بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اِنَّ الحَمْدَللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِنَا وَ سَيِّأَتِ
أَعْمَلِنَا. مَنْ يَحْدِاللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَا يُضْلِل فَلَا هَادِيَ
لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. الّذي لانبيّ بعد, عمّ بعد.
Segala puji bagi Allah
Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Pemilik Hari
Pembalasan. Alhamdulillah, di hari yang insyaallah diberkahi oleh Allah SWT
ini, kita semua dapat berkumpul di tempat yang insyaallah dimuliakan oleh-Nya.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi akhirul zaman,
penyempurna Nabi-Nabi sebelumnya, Nabi Muhammad SAW. Yang mana, beliaulah suri
tauladan kita, yang membawa kita ke zaman yang terang benderang ini.
Ikhwatul iman yang saya
hormati, sebagaimana telah kita ketahui bahwa pernikahan merupakan salah satu
sunnah Rasulullah, dan bahkan dikatakan wajib menikah bagi mereka yang telah
mampu. Selain itu, menikah merupakan penyermpurna keimanan, karena 50% dari
ibadah ada dalam penikahan.
Berbicara mengenai
pernikahan, di zaman yang super modern ini, banyak sekali orang yang memposting
foto pernikahan, baik temannya, saudaranya, maupun dirinya sendiri, sejuta gaya
tercantik mereka tampilkan dengan caption “Happy Wedding Day” atau “Selamat
Menempuh Hidup Baru”. Pernahkah terbersit dalam benak saudara bagaimana cara
Rasul mengucapkan selamat kepada mereka yang menikah? Apakah dengan kalimat
Happy Wedding Day? Atau Selamat menempuh hidup baru?
Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam yang empat, disebutkan عَنْ أَبٍي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ رَفَّأَ إِنْسَانًا إِذَا
تَزَوَّجَ قَالَ : بَارَكَ اللهُ لَكَ, وَبَرَكَ عَلَيْكَ, وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا
فِي خَيْرٍ.
Artinya : Dari Abu
Hurairah r.a Bahwasanya keadaan Rasulullah SAW apabila mendo’akan seseorang
yang menikah, berkata : semoga Allah memberikan berkah atasmu, dan keberkahan
kepadamu, dan mengumpulkan dari keduanya pada kebaikan.
Itulah do’a Rasul
kepada pasangan yang menikah. Bisa kita cermati baik-baik maksud dari do’a
tersebut. Dalam do’a itu Rasulullah memakai dhomir “Ka” dua kali, yakni “laka”
dan “’alaika” yang berarti “Kamu seorang laki-laki”, sedangkan menggunakan
dhomir “kuma” di akhir do’a yang artinya “kamu berdua”. Nah, apakah do’a itu
dikhusukan untuk kaum adam? Dan kenapa kata “Baroka” disebutkan dua kali? Mari
kita bedah bersama-sama.
Pengulangan kata
“baroka” yang Rasul sebutkan dalam do’a untuk pengantin baru, tentu saja ada
maksud dan tujuannya. Maksud dari Baroka atau Barokah itu sendiri menurut para
ulama adalah tetapnya kebaikan dalam segala sesuatu. Nah, lalu kenapa harus di
ulang? Kita lihat kata pertama, diiringi huruf “la” dimana dalam ilmu nahwiyyah
itu merupakan huruf jar yang digunakan untuk segala sesuatu yang baik.
Sedangkan kalimat baroka yang kedua menggunakan huruf jar ‘ala yang mana
digunakan untuk suatu yang buruk.
Sudah cukup jelas,
Rasulullah mengulang kata baroka karena, barokah yang pertama adalah dalam
kebaikan dan yang kedua barokah dalam sesuatu yang buruk. Masyaallah..
Pertanyaan yang
selanjutnya, mengapa menggunakan dhomir ka bukan Kuma? Bukankah yang menjadi
pengantin itu dua orang?. Bisa kita lihat suatu ayat Al-Qur’an yang menyebutkan
bahwa Laki-laki merupakan imam bagi perempuan. Imam ya, bukan pemimpin. Itu
berarti tanggung jawab suami untuk membawa istri dan anak-anaknya berada di
jalan lurus dan bagaimana agar keluarga itu seutuhnya masuk syurga Allah di
akhirat kelak. Selain itu, tugas suami juga agar menjamin kehidupan yang baik
di Dunia. Oleh karena itu, dalam hadits di atas juga disebutkan kata “rofa a”
dimana artinya adalah serasi. Bisa dijadikan patokan, bahwa Rasul juga
menyebutkan agar jika menikah tentulah harus dengan orang yang serasi atau
cocok. Serasi bagaimana?
Yang paling utama
bukanlah wajah, namun dari agama atau akidahnya, apakah sefaham seiya, sekata,
dengan kita? Karena bisa jadi sesuatu yang buruk ke depannya jika kita
mengabaikan hal ini, apalagi jika misalnya si istri ini ternyata ahli syirik?
Subhanallah.. sebaiknya berhati-hati dalam kecocokkan akidah ini.
Kedua dilihat dari keturunannya.
Jangan salah, dari sisi biologis maupun psikis, ini sangat berpengaruh kepada
keturunan kita kelak. Bila ibu atau ayah calon kita adalah seorang ahli agama,
kemudian tidak memiliki riwayat penyakit tertentu maka itu dianggap aman. Akan
berbahaya kalau si ayah atau ibu dari calon kita adalah seorang yang
berperangai buruk dan misalnya mempunyai riwayat penyakit tertentu. Karena,
kemungkinan calon kita pun memiliki genetik yang sama dengan orangtua nya.
Memang tidak bisa dipastikan secara jelas, namun perlu kiranya untuk
berhati-hati.
Ketiga dari segi harta
atau kekayaan, kita lihat kisah Rasulullah dan Khadijah. Tahukah bahwa Khadijah
adalah seorang saudagar kaya dan sukses?. Perdagangannya terkenal hingga negeri
Syam. Hal itu sangat membantu Rasul dalam berdakwah menyebarkan agama islam.
Begitupun kita, dengan harta menyebarkan dan mensyi’arkan agama Rasul akan
lebih mudah.
Dan yang terakhir
adalah dari segi kecantikkannya. Kenapa? Karena sesungguhnya paras yang enak
dipandang akan menjadi salah satu langgengnya pernikahan. Atau keharmonisan
keluarga.
Begitulah pernikahan,
salah satu ibadah yang dipandang sebagai perantara menuju syurganya dunia.
Menghimpun kebahagiaan bersama-sama dengan tujuan syurga nyata yakni syurganya
Allah SWT.
Marilah kita lebih
mencermati lagi apa yang Allah dan Rasul-Nya berusaha sampaikan kepada kita,
sehingga tidak ada lagi kesalahan kita, baik dari segi ibadah, mu’amalah, baik
dari sisi dunia maupun akhirat.
Akhir kata, itulah yang
dapat saya sampaikan. Kesalahan tak penah luput dari saya, karena manusia
notabennya adalah tempat berbuat kesalahan. Terimakasih atas segala perhatian
dan pengertiannya.
رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاَخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّار..
Oleh Fanisa Nadiya
Santri Kelas XII
Tidak ada komentar:
Posting Komentar